Indonesia – Generasi kedua pemilik produsen rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM), Susilo Wonowidjojo, tersandung kasus kredit macet PT Hair Star Indonesia (HSI) kepada Bank OCBC NISP senilai Rp232 miliar.

HSI sebelumnya merupakan anak usaha PT Hari Mahardika Utama (HMU). Bank OCBC NISP telah mengajukan gugatan secara perdata di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur. Sidang perdana dijadwalkan pada Selasa, 7 Februari 2023.

Pihak-pihak yang menjadi tergugat yakni Susilo Wonowidjojo, PT HMU, PT Surya Multi Flora, Hadi Kristanto Niti Santoso, Linda Nitisantoso, Lianawati Setyo, Norman Sartono, Heroik Jakub, Tjandra Hartono, Daniel Widjaja, dan Sundoro Niti Santoso. Selain itu, PT HSI dan Ida Mustika juga turut tergugat.

Dalam gugatan ini, Bank OCBC NISP meminta ganti rugi senilai Rp1 triliun dan senilai US$ 16,51 juta atau setara sekitar Rp248,52 miliar (asumsi kurs Rp15.053/US$). Total, nilai gugatan ganti rugi ini mencapai Rp1,24 triliun.

Kronologi Pemilik GGRM Digugat Rp1 Triliun

Laporan Bank OCBC NISP di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) menyebutkan, HSI memiliki pinjaman kepada Bank OCBC NISP sejak 2016.

Sesuai perjanjian kredit tersebut, Bank OCBC NISP memberikan kredit modal kerja untuk mendukung pengembangan bisnis rambut palsu atau wig HSI yang pabriknya berada di Sidoarjo, Jawa Timur.

Saat kredit tersebut diberikan pada Agustus 2016, Meylinda Setyo yang adalah istri Susilo Wonowidjojo, berada dalam Susunan Pengurus HSI sebagai Presiden Komisaris.

Pada tahun yang sama di bulan Desember, HMU milik Susilo Wonowidjojo menjadi pemegang saham pengendali PT HSI bersama PT Surya Multi Flora dengan masing-masing sebanyak 50 persen saham.

Adapun berdasarkan data AHU, Kementerian Hukum dan HAM, akta Nomor 016 tanggal 28 Juli 2016 dan diperbarui pada 21 Juli 2021, Susilo Wonowidjojo memiliki sebanyak 99,9 persen saham PT HMU senilai Rp1,93 triliun.

“Ketika kredit diberikan, Meylinda Setyo yang adalah Istri Susilo Wonowidjojo menjabat sebagai Presiden Komisaris HSI. Kemudian, HMU menjadi pemegang saham 50 persen saham HSI, di mana Susilo Wonowidjojo merupakan pemilik HMU yang mengendalikan HSI,” ujar Kuasa Hukum Bank OCBC NISP, Hasbi Setiawan.

“Status itulah yang juga menjadi pertimbangan banyak bank, selain Bank OCBC NISP untuk memberikan kredit kepada PT HSI selama periode 2016-2021,” tutur Hasbi.

Terkait kepemilikan saham, pada 17 Mei 2021, berdasarkan akta perusahaan Nomor 12, kepemilikan 50 persen saham HMU di HSI tiba-tiba beralih kepada Hadi Kristianto Niti Santoso. Sementara, Surya Multi Flora tetap memiliki 50 persen saham.

“Hilangnya saham HMU dari HSI itu kemudian diikuti dengan aksi PKPU yang akhirnya berujung pailit terhadap HSI di Pengadilan Niaga Surabaya pada tahun 2021. Kami menduga adanya indikasi perbuatan melawan hukum dari HMU untuk menghindari kewajiban HSI kepada para bank,” ujar Hasbi.

Sebelum digugat oleh Bank Bank OCBC NISP, PT Bank Mega Tbk juga pernah menggugat Bos GGRM Susilo. Gugatan ini muncul pada akhir tahun lalu.

Saat itu, Bank Mega menggugat perdata GGRM atas dugaan perbuatan melawan hukum. Bank Mega mengaku sudah dirugikan Rp112 miliar lebih oleh salah satu orang terkaya sekaligus pemilik pabrik rokok terbesar di Indonesia itu.

Selain Susilo, Bank mega juga menggugat Meylinda Setyo, Kasita Dewi Wonowidjojo, Swasti Dewi Wonowidjojo, Daniel Widjaja. Kemudian PT Hari Mahardhika Usaha (PT HMU), Hadi Kristanto Niti Santoso, Notaris Ida Mustika, PT Hair Star Indonesia (PT HSI), Lianawati Setyo, dan PT Surya Multi Flora.

Dalam kasus ini, Susilo merupakan pemegang 99 persen saham serta pengendali utama tergugat PT Hari Mahardhika Usaha (PT HMU) sejak 2008 hingga sekarang. Ia pernah jadi direktur utama perusahaan ini hingga 2012, sebelum digantikan pihak lainnya.

HMU yang dipimpin Susilo, merupakan pemegang 50 persen saham tergugat PT Hair Star Indonesia (PT HSI) sejak bulan November 2016 hingga 16 Mei 2021.

Sedangkan. HSI adalah perseroan terbatas yang bergerak di bidang produksi rambut dan bulu mata palsu. Perusahaan itu adalah debitur yang menerima fasilitas kredit dari Bank Mega untuk keperluan modal kerja pada 17 Juli 2019.

Gugatan Sita Harta

Terbaru, PT Bank OCBC NISP Tbk. (OCBC) menggugat sita jaminan atas harta yang dimiliki para tergugat termasuk Bos PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), Susilo Wonowidjojo untuk ganti rugi atas kredit macet PT Hair Star Indonesia (HSI) senilai Rp 232 miliar yang belum terbayarkan sejak Juni 2021.

Dalam materi kesimpulan Bank OCBC NISP selaku penggugat, yang disampaikan ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo tertanggal 16 Agustus 2023, disebutkan para tergugat dan turut tergugat terbukti secara sah, bersama-sama, langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan PT HSI untuk kepentingan pribadi yang mengakibatkan kerugian terhadap bank. Ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 97 dan Pasal 114 Undang-Undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dalam gugatan tersebut, Bank OCBC NISP, meminta ganti rugi secara materiil sebesar US$ 16,5 juta atau Rp 232 miliar dan immateril Rp 1 triliun dari harta pribadi para tergugat atas kredit macet tersebut. Tuntuan dari gugatan ini adalah harta pribadi para tergugat secara tanggung renteng.

“Kerugian materiil berdasarkan utang atau kredit macet PT HSI sebesar US$ 16,5 juta, sedangkan kerugian immaterial Rp 1 triliun terdiri dari kerugiaan atas manfaat dan keuntungan yang kemungkinan akan diterima oleh Bank OCBC NISP dikemudian hari serta meningkatnya nilai Non Performing Loan (NPL) dari bank yang mengakibatkan kredibilitas bank pada Bl Rating menurun,” ujar kuasa hukum Bank OCBC NISP, Hasbi Setiawan dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).

Materi kesimpulan tersebut menjelaskan secara gamblang bahwa tindakan yang dilakukan oleh para tergugat telah memenuhi beberapa unsur. Pertama, unsur perbuatan melawan hukum, sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Para tergugat dan turut tergugat pun melaksanakan Perjanjian Kredit dengan itikad tidak baik dan tidak sesuai dengan kepatutan, kebiasaan atau undang-undang,sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata.

“Mereka mengetahui atau dapat memperkirakan PT HSI tidak dapat melunasi utangnya kepada Bank OCBC NISP, tetapi para tergugat dan turut tergugat 1 tetap melakukan peralihan saham atau perubahan direksi dan komisaris (organ perseroan) tanpa adanya persetujuan dari Bank OCBC NISP, meskipun adanya larangan melakukan peralihan atas saham maupun perubahan organ PT HSI (negative covenant) dalam Perjanjian Kredit yang telah disepakati,” jelas Hasbi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *