Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti fenomena baru yakni joki pinjaman online (pinjol). Hal ini jelas melanggar ketentuan, karena seharusnya pengajuan pinjaman dilakukan tanpa diwakilkan oleh pihak ketiga.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi mengatakan bahwa joki pinjol mengincar masyarakat yang memiliki catatan kredit macet di lembaga keuangan, sehingga tidak dapat meminta pembiayaan baru.
Jasa ini justru meningkatkan risiko penyebaran jasa pribadi dan membuat masyarakat terjerat semakin dalam pada lilitan utang pinjol. Seharusnya nasabah yang mendapatkan kredit dari pinjol merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan membayar.
Selain itu, joki pinjol juga kerap membuat masalah baru karena menawarkan penyelesaian utang. “Misal punya utang Rp 5 juta, diwawarkan dibantu dengan hanya bayar Rp 1 juta-nya, tapi ternyata kena tipu,” katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, Senin (30/10/2023).
Friderica atau akrab disapa Kiki banyak masyarakat yang terjebak dengan skema penipuan baru tersebut. Dia pun meminta masyarakat lebih berhati-hati.
“Kalau punya pinjaman terlanjut macet ya harus lunasi. Sampaikan restrukturisasi dan lainnya,” katanya.
Sementara itu, OJK mencatat outstanding fintech P2P lending atau pinjol legal sebesar Rp 55,7 triliun, naik 14,28% secara tahunan (yoy). Rasio kredit macet atau tingkat wanprestasi 90 atau TWP90 per September 2023 membaik ke level 2,82% dari sebelumnya 3,07% per September 2022.