Salah satu grup bisnis konglomerasi terbesar di Indonesia, Sinar Mas, tancap gas menggelar agenda ekspansi dan aksi korporasi. Langkah ini juga dilakukan oleh entitas bisnis Sinar Mas di pasar modal melalui berbagai restrukturisasi, transaksi afiliasi dan penggalangan dana.
Tengok saja PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) yang merilis obligasi berkelanjutan IV tahap IV tahun 2024 senilai Rp 4 triliun, sukuk mudharabah berkelanjutan III tahap IV tahun 2024 senilai Rp 695,09 miliar, serta obligasi dolar AS berkelanjutan I tahap III tahun 2024 senilai US$ 25 juta.
Dana dari penerbitan obligasi dan sukuk tersebut akan dipakai untuk berbagai keperluan. Mulai dari pembayaran utang, modal kerja, dan ekspansi pembangunan pabrik kertas industri. Seperti
diketahui, INKP sedang menggarap proyek pembangunan pabrik kertas di Karawang dengan nilai investasi mencapai US$ 3,6 miliar.
PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) juga merilis obligasi berkelanjutan I dan sukuk mudharabah berkelanjutan I dengan total nilai Rp 7 triliun. DSSA menjadi entitas Sinar Mas yang getol menggelar aksi korporasi.
Sebelumnya, pada akhir tahun lalu emiten Grup Sinar Mas melakukan sejumlah transaksi afiliasi yang dilakukan oleh PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). Lewat aksi ini, DSSA menjadi pengendali dari emiten batubara PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS).
Kemudian, DSSA juga mengambil alih aset di bisnis data center PT Smartfren Telecom Tbk (FREN). Emiten telekomunikasi Sinar Mas ini pun tak ketinggalan untuk melakukan aksi korporasi. FREN menggelar rights issue dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 171,45 miliar, untuk menghimpun dana hingga Rp 8,57 triliun.
Managing Director Sinar Mas Ferry Salman mengungkapkan bahwa perencanaan bisnis grup usaha Sinar Mas tidak terhalang oleh tahun politik. Pemilu & Pilpres tak mengerem ekspansi entitas usaha dari berbagai pilar bisnis Sinar Mas.
Ferry mencontohkan ekspansi Sinar Mas di pilar bisnis healthcare yang akan menambah rumah sakit Eka Hospital. Sinar Mas juga berpartisipasi dalam konsorsium Hotel Nusantara di proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Jadi buat kami tidak ada istilah wait and see, kami cukup yakin Indonesia masih akan stabil. Secara bisnis kami terus konsisten dan melanjutkan apa yang telah direncanakan,” kata Ferry dalam buka puasa bersama yang digelar Kamis (21/3).
Dalam kesempatan yang sama, CEO Smartfren Andrijanto Muljono optimistis bisa menumbuhkan kinerja di tahun ini. Dia juga menyinggung mengenai potensi merger antara FREN dengan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Jika terjadi, merger kedua emiten operator telekomunikasi itu bakal meningkatkan efisiensi, penguatan aset dan optimalisasi modal untuk capex.
“Masih ada proses yang harus dilalui. Ini bisa menjadi satu sinergi apabila kedua pihak melihat apa yang bisa dilakukan bersama. Kalau kami dengan dia gabung, mungkin bisa langsung nomor dua secara size,” ungkap Andrijanto.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto memberikan catatan bahwa meski getol melakukan aksi korporasi maupun ekspansi, pelaku pasar mesti tetap selektif. Pasalnya, tidak semua aksi korporasi cepat membawa dampak positif.
Para investor juga perlu mencermati dampak yang bisa ditimbulkan secara jangka pendek – menengah. William menyoroti rights issue yang dilakukan FREN, sehingga akan menjadi salah satu emiten dengan jumlah saham terbanyak.
William bilang, persebaran saham yang terlalu banyak akan menyulitkan pelaku pasar yang berorientasi jangka pendek alias trader.
“Apalagi FREN berada di harga Rp 50, sehingga sulit untuk menghabiskan offer yang terlalu banyak,” kata William kepada Kontan.co.id, Kamis (21/3).
Sedangkan untuk aksi yang dilakukan DSSA dan INKP, William cenderung memandang positif dengan penggalangan dana yang akan dipakai untuk keperluan ekspansi. Dari sisi pergerakan saham emiten di grup konglomerasi, William menyarankan agar cermat untuk melihat momentum.
Sebab, jika ada beberapa saham mengalami kenaikan karena punya sentimen positif, ada potensi akan ikut mengangkat saham satu konglomerasi lainnya. “Misalnya dari sekian jenis saham, ada yang mulai uptrend. Biasanya saham-saham sejenis dari konglomerat tersebut bisa ikut menguat,” ujar William.
Analis Stocknow.id M.Thoriq Fadila sepakat, mesti selektif dalam memilah saham emiten konglomerasi. Investor harus jeli mengukur performa fundamental, likuiditas, valuasi dan prospek masing-masing emiten. Di antara saham Grup Sinar Mas, Emil memandang emiten kertas punya prospek yang cerah.
Thoriq mengamati INKP yang secara valuasi terbilang murah, sehingga layak sebagai pilihan investor. Begitu juga pada saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM). Thoriq menyarankan buy INKP di harga Rp 9.000 – Rp 9.100 dengan target harga Rp 10.000 dan stoploss jika turun ke level Rp 8.800.
Kemudian untuk saham TKIM, buy di harga Rp 6.900 – Rp 7.000 dengan target harga Rp 7.350 dan stoploss pada area Rp 6.750. Saham TKIM dan INKP juga menjadi pilihan William. Secara teknikal, William menyarankan buy untuk saham INKP, TKIM dan GEMS.