Adanya tren merger operator telekomunikasi diprediksi berdampak positif bagi bisnis menara telekomunikasi dan fiber. Entitas hasil merger bakal memiliki permodalan lebih kuat. Sehingga membuka peluang bagi mereka ekspansi secara agresif.
Dampak positif konsolidasi operator ke bisnis menara terlihat pada ekspansi PT Indosat Tbk. (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison (IOH). Setelah merger pada 2022 silam ini, emiten berkode saham ISAT itu makin agresif terutama ke daerah rural di Indonesia Timur. Belanja modal yang disiapkan mencapai lebih dari Rp1,5 triliun.
“Kami ingin memastikan memiliki jaringan yang baik. Kami juga berupaya melakukan hal yang sama di Maluku, bahkan Papua, dan lebih banyak lagi,” ujar Presiden Direktur IOH, Vikram Sinha saat Paparan Kinerja 2023.
Ekspansi ISAT menjadi kabar baik buat emiten menara yang asetnya tersebar luas di luar pulau Jawa, khususnya di Indonesia Timur. Permintaan sewa menara dan fiber di daerah target ekspansi meningkat pesat. Pada konteks ini, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) diuntungkan karena menara dan fiber optiknya tersebar secara merata di seantero nusantara. MTEL beruntung karena sudah lebih dulu ekspansi ke daerah rural.
Saat ini pelaku pasar sedang menunggu kelanjutan rencana merger PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Head of Research Team Mirae Asset Sekuritas, Robertus Hardy menjelaskan, konsolidasi operator telekomunikasi memberikan dampak berbeda bagi industri menara telekomunikasi. Tergantung pada eksposur, lokasi aset dan rasio utang. “Kalau EXCL dan FREN jadi bergabung, tenant terbesar ada di TBIG dan TOWR. Hal ini bisa menurunkan tenancy ratio keduanya. Sedangkan ke Mitratel pengaruhnya tidak terlalu besar,” tutur Robertus.
Dampak tersebut akan serupa seperti dampak merger Indosat dan Hutchison silam. Di tahun 2022 TOWR dan TBIG mengalami penurunan tenancy ratio akibat rasionalisasi jaringan dan mendatar di tahun 2023. Sedangkan MTEL masih mengalami kenaikan tenancy ratio. Per September 2023, tenancy ratio alias rasio kolokasi TBIG mencapai 1,87 kali. Sementara tenancy ratio TOWR mencapai 1,81 kali dan MTEL sebesar 1,5 kali.
Konsolidasi operator telekomunikasi membuka peluang bisnis menjanjikan bagi TowerCo. Terutama bagi emiten yang sebagian besar aset menara dan fiber optiknya tersebar di luar pulau Jawa. Kebutuhan terhadap menara di luar Jawa, terutama Indonesia bagian Timur, sangat tinggi sejalan ekspansi operator ke pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Kesempatan yang sama juga terbuka bagi para emiten menara yang memiliki rasio utang paling rendah. Mereka ini bisa mengandalkan pembiayaan baru untuk membangun menara dan fiber optik di wilayah yang menjadi target ekspansi operator telekomunikasi.
Pasca merger dan konsolidasi, operator telekomunikasi akan semakin kuat, semakin efisien dan semakin jauh dari perang harga. “Dengan fundamental yang lebih baik, mereka bisa tumbuh secara berkualitas, termasuk memperluas pangsa pasar ke wilayah baru yang ekonominya sedang berkembang” katanya.
MNC Sekuritas dalam riset terbarunya menulis 3 alasan mengapa MTEL bakal bersinar terang. Pertama ekspansi agresif portofolio menara dan fiber optic terutama di luar Jawa. Kedua, margin keuntungan yang menarik dengan adanya peningkatan rasio tenan. Terakhir neraca yang kuat untuk mendukung ekspansi inorganik. Proyeksi rasio utang bersih MTEL terhadap EBITDA di 2023 dan 2024 berada pada kisaran 2x, lebih baik dari industry.
“Struktur permodalan ini mencerminkan kemungkinan MTEL untuk ekspansi anorganik di masa depan. Dengan asumsi belanja modal diperoleh melalui liabilitas, kami memproyeksikan DER MTEL akan meningkat dari stabil 0,7x menjadi 0,8x dan Hutang Bersih/EBITDA sebesar 2,4x, sehingga memenuhi persyaratan pinjaman bank.” tulis Vera, Analis MNC Sekuritas, dikutip kemarin.
Selain kekuatan neraca, MTEL juga dinilai akan semakin memperkuat portofolio fiber optiknya sehingga dapat menjadi kontributor pertumbuhan ke depan. Vera memproyeksi pendapatan dapat tumbuh sebesar 11% year on year (yoy) di 2023 dan 10% (yoy) di 2024. Dengan pertimbangan itu, MNC Sekuritas menyematkan rekomendasi beli dengan target harga di Rp 880/saham dengan potensi upside sebesar 32,3% dan setara 11,3x EV/EBITDA tahun 2024.
“Asumsi kami didukung dengan strategi MTEL yang menjadikan fiberisasi sebagai penggerak bisnis baru dan tonggak sejarah yang agresif, diikuti dengan meningkatnya permintaan MNO untuk menyediakan konektivitas dengan latensi lebih rendah melalui serat optik,” tulis Vera.