Sederet emiten berencana menggelar pembelian kembali (buyback) saham. Sebagian di antaranya merupakan emiten konstituen indeks LQ45 yang identik dengan karakteristik saham bluechip. 

Contohnya ada PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang akan menggelar buyback dengan jumlah cukup jumbo, sebanyak-banyaknya Rp 4 triliun. Periode buyback saham ADRO dijadwalkan 12 bulan sejak 16 Mei 2024.

Selanjutnya ada PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang akan menggelar buyback maksimum Rp 1 triliun dengan jumlah paling banyak 625 juta lembar saham. Aksi korporasi ini akan digelar sejak 16 Mei 2024 – 15 Mei 2025.

Berikutnya, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang berencana menggelar buyback saham dengan biaya hingga Rp 895 miliar. Jadwal buyback INTP akan dilakukan pada periode 15 Mei 2024 sampai 31 Desember 2024.

PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) juga berencana melakukan buyback saham. SRTG mengalokasikan anggaran sekitar Rp 150 miliar, dengan jumlah saham yang akan dibeli kembali maksimum sebanyak 75 juta lembar saham. 

Selain keempat saham konstituen LQ45 tersebut, sejumlah emiten juga berencana menggelar buyback saham. Di antaranya adalah PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), PT Trisula International Tbk (TRIS), PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) dan PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU). 

BWPT akan menggelar buyback dengan anggaran sebanyak-banyaknya Rp 50 miliar. TRIS menganggarkan dana hingga Rp 40 miliar, GOOD dengan estimasi biaya buyback sebesar Rp 20 miliar, serta KEJU yang mengalokasikan dana sebesar Rp 7,5 miliar untuk buyback saham.

Analis Stocknow.id Muhammad Thoriq Fadilla mengamati rencana buyback saham di tengah kondisi pasar yang berfluktuasi cukup kencang. Thoriq menilai aksi korporasi ini dilakukan untuk dua keperluan utama, yakni menjaga agar harga saham tidak terlalu turun, serta menjaga agar sahamnya tetap likuid.

Thoriq menyoroti sebagian harga saham yang akan menggelar buyback cenderung turun, bahkan ada yang relatif tidak likuid. 

“Adanya aksi buyback ini diharapkan memberikan kepercayaan investor untuk bertransaksi kembali di saham emiten tersebut,” kata Thoriq kepada Kontan.co.id, Minggu (14/4).

Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera, Daniel Agustinus menambahkan bahwa aksi buyback menjadi salah satu katalis positif untuk meredam tekanan jual yang ada saat ini. Sekaligus mengurangi volatilitas yang terjadi di pasar.

“Meski demikian, biasanya efek dari buyback ini hanya bersifat sementara. Jadi investor perlu mencermati juga perkembangan kondisi makro dan fundamental dari emitennya,” imbuh Daniel.

Sedangkan CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo menilai pendorong emiten menggelar buyback saham umumnya karena kelebihan likuiditas atau posisi kas. Ditambah dengan tren harga saham yang dalam tren turun pada jangka menengah hingga jangka panjang.